Jakarta – Polemik mengenai keaslian ijazah Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani akhirnya menemukan titik terang setelah Arsul memilih membuka dokumen akademiknya secara gamblang kepada publik. Sikap terbuka ini menuai apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Ketua Umum Serikat Pemuda Nusantara Muslim Indonesia sekaligus aktivis pemuda, Banter Adis.
Adis menilai keputusan Arsul menunjukkan standar baru dalam menjawab isu sensitif yang kerap menimbulkan kegaduhan di ruang publik. Menurutnya, langkah cepat dan lugas tersebut justru memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap integritas seorang pejabat publik.
“Keputusan beliau untuk langsung memperlihatkan ijazah asli adalah bentuk keberanian dan transparansi. Tidak perlu menunggu lama, tidak perlu membuat masyarakat bingung. Dengan begitu, polemik selesai dan tidak melebar,” ujar Adis dalam keterangannya kepada media, Rabu (19/11/2025).
Tudingan terkait dugaan ijazah palsu sempat beredar di media sosial dan memicu spekulasi. Namun, dengan dibukanya dokumen resmi tersebut, Adis menilai tidak ada alasan lagi bagi publik untuk memperpanjang perdebatan.
“Ini contoh sederhana bahwa isu bisa dituntaskan tanpa drama. Langsung dibuka saja, clear. Tidak perlu saling tuduh, tidak perlu menyeret pihak lain,” tambahnya.
Adis bahkan menyebut langkah Arsul sebagai bentuk ketegasan dan sikap profesional yang patut dicontoh oleh pejabat lainnya. Transparansi itu, menurutnya, menjadi bukti bahwa seorang hakim MK tidak memiliki kepentingan lain kecuali menjaga marwah lembaga.
“To the point. Itu baru gentleman,” tegas Adis.
Dengan klarifikasi langsung dari Arsul, Adis berharap publik dapat kembali fokus pada isu-isu strategis yang lebih bermanfaat ketimbang memperpanjang polemik yang sudah menemukan jawabannya.
Dalam konferensi pers di Gedung MK, dilansir dari media Antara Arsul bercerita perjalanan proses pendidikan doktor yang dijalani dari Glasgow Caledonian University hingga Warsaw Management University.
Awal pendidikan program doktor Arsul dimulai pada September 2010 dengan mendaftarkan diri pada professional doctorate program dengan program studi justice, policy, and welfare studies di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University (GCU), Skotlandia, Britania Raya.
Di universitas itu, Arsul menjalani program pendidikan melalui dua tahapan, yakni "Stage One" yang diisi dengan kuliah tatap muka dan tugas-tugas dalam empat blok perkuliahan pada tahun pertama.
Memasuki kuartal akhir 2012 karena Arsul telah menyelesaikan Stage One, maka pihak universitas memberikan transkrip hasil studi dan berhak mendapat ijazah Professional Master.
Setelahnya, Arsul pun mulai menjalani proses selanjutnya berupa penyusunan proposal disertasi.
"Saya kuliah tiap hari selama 1 sampai 2 minggu per bloknya. Perkuliahannya by research, sehingga tidak terus-menerus di kelas karena ini program professional doctoral. Semuanya tuntas pada 2012 dan saya dapat transkrip nilai, semacam rapor atas tiga mata kuliah yang saya ikuti dengan angka kredit 180. Jadi, saya mengikuti semua perkuliahan," kata Asrul dikutip dari laman resmi MK, Senin (17/11).
Ia kemudian menunjukkan transkrip nilai yang diperolehnya sesama menempuh masa perkuliahan program doktoral di GCU.
Menjadi anggota DPR
Arsul lalu menjelaskan jeda dan rintangan masa studinya akibat maju menjadi calon anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah X dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Arsul terpilih dan mendapat suara terbanyak dan menjadi anggota DPR RI Periode 2014-2019.
Ia mengatakan karena padatnya tugas di legislatif, membuat masa penulisan disertasi program doktoralnya terhenti.
Arsul awalnya mengajukan cuti studi. Namun pada Pemilu 2019, ia kembali terpilih ke Senayan. Arsul pun memutuskan keluar dari program doktor GCU pada pertengahan 2017.
Program transfer doktoral
Pada awal 2020, Arsul merasa perlu menuntaskan pendidikan dan memilih universitas yang bisa menerima transfer program doctoral .
Ia memilih sebuah universitas swasta di Warsawa, Polandia, bernama Collegium Humanum (CH), Warsaw Management University (WMU).
Universitas itu dipilih karena memiliki program doktor lintas disiplin, salah satunya program Doctor of Laws (LL.D) yang ditempuh dengan sistem by research.
Pada pertengahan 2020 saat pandemi Covid-19, Arsul mengikuti perkuliahan secara daring.
Ia menulis disertasinya secara daring dengan judul "Re-examining the considerations of national security interests and human rights protection in counter-terrorism legal policy: a case study on Indonesia with focus on post Bali-bombings development".
Arsul melakukan wawacara kepada sejumlah narasumber untuk penulisan disertasinya, antara lain, Kepala BNPT saat itu Komjen Boy Rafli Amar dan pejabat BNPT di kantor BNPT.
Kemudian Kepala Densus 88 Polri saat itu Irjen Martinus Hukom didampingi pejabat Densus 88; Komisioner Komnas HAM saat itu Sandra Moniaga dan Choirul Anam serta narasumber lain.
Bukti ijazah asli dan foto wisuda
Disertasi tersebut dapat diselesaikan melalui ujian daring (viva voce) pada awal Juni 2022.
Setelah pandemi Covid-19 mereda, pada awal Maret 2023, Arsul mengikuti wisuda doktoral di Warsawa, Polandia.
Pada saat itulah, Arsul menerima ijazah doktor aslinya yang diserahkan langsung oleh pihak universitas.
"Jadi dokumen legalisasi inilah yang saya gunakan dan lampirkan dalam pengajuan berkas administrasi seleksi calon Hakim Konstitusi MK RI di Komisi III DPR RI. Pada salah satu tahapan seleksi itu membuat pengumuman di sejumlah media pers, dan selama proses seleksi tersebut, tidak ada tanggapan/keberatan terkait saya dalam proses seleksi tersebut," kata Arsul.
Disertasi yang ditulis Arsul tersebut kini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan menjadi buku oleh Penerbit Buku KOMPAS berjudul "Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia".
Arsul sebelumnya dilaporkan Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi ke Bareskrim Polri terkait legalitas ijazah program doktoralnya.
"Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu," kata Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Betran Sulani kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11).



0 Komentar