PENABEKASI - KOTABEKASI, Kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang melibatkan Ibu Evi dan adik Priskila dari Jatiasih telah memasuki fase krusial. Pengadilan Negeri Kota Bekasi dijadwalkan membacakan putusannya pada Rabu, 20 November 2024. Namun, di tengah proses hukum yang panjang ini, desakan agar pengadilan bertindak adil terus menggema. (19/11/24)
Ketua Pengurus Daerah Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PD KAMI) Kota Bekasi, Alif Nur Muhammad, menyatakan bahwa kasus ini penuh dengan kejanggalan dan terkesan dipaksakan untuk sampai ke meja hijau. Ia menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung dakwaan terhadap Ibu Evi dan adik Priskila, menuduh proses hukum penuh cacat administrasi dan manipulasi fakta.
Dalam sidang yang telah digelar sebanyak 20 kali, para saksi yang berada di lokasi kejadian, termasuk Ketua RW, Ketua RT, dan warga, memberikan kesaksian bahwa mereka tidak melihat adanya kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa. Alif mengungkapkan bahwa fakta ini telah berulang kali disampaikan di pengadilan, namun tampaknya diabaikan.
Alif juga mengkritik proses administrasi yang menurutnya penuh kejanggalan. “BAP yang diterbitkan tidak sesuai dengan kronologi kejadian, tidak ada gelar perkara, dan bukti visum yang diajukan sangat lemah. Bahkan ahli forensik yang dihadirkan menyatakan bahwa korban tidak pernah diperiksa langsung oleh dirinya, melainkan hanya melalui foto visum dan keterangan dokter umum. Ini jelas tidak bisa dijadikan dasar kuat untuk dakwaan,” tegasnya.
Ia juga menyebut adanya ketidakkonsistenan antara bukti foto visum dan video yang dimiliki pihak terdakwa, yang menunjukkan perbedaan mencolok pada kondisi tangan korban.
Alif menilai bahwa kasus ini dipaksakan untuk disidangkan meskipun tidak ada bukti sah dan meyakinkan. “Kasus ini tidak sesuai prosedur hukum yang benar. Pengadilan harus bertindak berdasarkan asas keadilan, bukan atas tekanan atau kepentingan tertentu,” ujarnya.
Alif mendesak Pengadilan Negeri Kota Bekasi untuk memutus perkara ini dengan mengacu pada Pasal 191 ayat (1) dan (2) KUHAP, yang menyatakan bahwa terdakwa harus dibebaskan jika dakwaan tidak terbukti.
PD KAMI Kota Bekasi meminta agar pengadilan menjadi simbol keadilan yang sebenarnya, sebagaimana diamanatkan Pancasila. “Kami tidak hanya meminta pembebasan Ibu Evi dan Priskila, tetapi juga ingin proses hukum yang lebih transparan dan adil di masa depan,” pungkas Alif.
Putusan besok akan menjadi ujian besar bagi integritas hukum di Indonesia. Publik menunggu apakah Pengadilan Negeri Kota Bekasi dapat berdiri tegak dalam menegakkan keadilan, atau menyerah pada kepentingan yang meragukan. (zan)
0 Komentar